Waktu itu sebenarnya berjalan cepat atau lamban ya? Sepertinya tergantung pada situasi yang sedang kita lalui. Aku masih ingat hari-hari di tengah pandemi yang rasanya panjang sekali tak kunjung usai, lalu tiba-tiba sekarang aku sibuk mengantar anak les dan mulai mengunjungi banyak event open house yang diselenggarakan berbagai sekolah. Postingan-ku tentang melahirkan di Australia, meski masih banyak mendapat pengunjung hingga komentar, ternyata sudah empat tahun lalu kutulis. Blog ini sudah seperti lini masa kehidupanku, bagaimana cara pandangku sampai fase mengasuh anak tercatat di sini. Sekarang, aku masuk di fase mengulas sekolah, wah sungguh fase yang dulu belum kubayangkan!
Seperti yang tadi kusebutkan, hari terasa sangat panjang ketika dunia dilanda pandemi, salah satu alasannya karena aku harus memutar otak untuk membuat Nada tetap bisa bermain dan mendapatkan stimulasi sesuai usianya, tanpa perlu keluar rumah. Mulai dari berlangganan paket bermain Kodomo Challenge, hingga membeli setumpuk buku untuk dibacakan, sudah kulakukan, tapi tetap saja ada hari-hari di mana aku dan Nada sama-sama bosan. Akhirnya, aku coba untuk mencari sekolah online meski waktu itu aku masih ragu, haruskah anakku sekolah sedini ini, apakah dia bisa mengikuti, apalagi dengan sistem daring?
Setelah pencarian, aku menemukan Sekolah Murid Merdeka yang didirikan oleh Najeela Shihab, waktu itu sekolah ini diulas oleh mbak Retno Hening di akun instagramnya. Selanjutnya, aku cari tahu lebih dalam dan ikut kelas trial gratis di akhir pekan. Oh iya, saat itu Nada juga sedang di fase stranger anxiety parah, mungkin salah satunya karena tidak pernah bertemu orang asing selama pandemi, salah duanya, mungkin karena aku dan ayahnya tanpa sadar menularkan energi kegelisahan karena stress selama pandemi, hahaha. Saat mengikuti kelas trial, Nada sangat ketakutan melihat gurunya, padahal hanya via layar komputer. Karena ketakutan, Nada sama sekali tidak mau melihat layar, dia memalingkan wajah. Ajaibnya, beberapa saat mendengarkan suara guru yang begitu ramah dan cara menyampaikan yang engaging, Nada mulai mau melihat layar dan perlahan mengikuti kelas dengan antusias.
Selepas kelas trial, Nada jadi terus bertanya kapan dia akan ikut kelas lagi. Melihat antusiasme Nada itu, aku dan Sulham memutuskan untuk mendaftarkannya ke Sekolah Murid Merdeka (SMM) di jenjang PAUD Kelompok Bermain, saat itu usianya masih dua tahun sepuluh bulan. Meski awalnya takut menyekolahkan anak di usia dini, aku dan Sulham malah jadi belajar lagi, kalau ternyata, sekolah masa kini sudah banyak yang berjalan dengan kurikulum yang dirancang untuk membangun fondasi belajar anak. Alih-alih mencekoki anak dengan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung, SMM fokus pada kemampuan motorik, sensori, dan mengenal diri yang kelak akan bermanfaat untuk semangat belajar anak. SMM juga menawarkan sistem blended learning, di mana kelas offline juga tersedia di hub-hub di berbagai wilayah, namun hanya sebagai tambahan untuk kelas online.

Belajar di SMM dibagi ke dalam empat triwulan. Pada triwulan pertama, tema PAUD KB di SMM adalah Mengenal Diriku, anak-anak belajar hal-hal seputar dirinya seperti nama, usia, bagian-bagian tubuh hingga fungsi indera. Pada tahap inilah secara mengejutkan, Nada mulai menunjukkan kepercayaan dirinya, meski saat membuat prakarya, ia sering kesal ketika hal-hal tidak berjalan sesuai maunya. Tapi di saat seperti itu, justru jadi kesempatan untuk belajar mengenal perasaan yang juga merupakan bagian dari pembelajaran di SMM. Lalu di triwulan-triwulan selanjutnya, tema pembelajaran berkembang ke Keluarga, Lingkungan Sekitar, dan Bumi.
Saat mendampingi Nada belajar, sebenarnya aku masih bertanya-tanya, kenapa di sekolah benar-benar tidak ada pembelajaran calistung atau hal berbau akademik lainnya, apakah ini sungguh bermanfaat? Namun ketika melihat bagaimana Nada dan semangat belajarnya yang tinggi, semakin lama semakin tekun dan sabar, bahkan mampu menempatkan diri di tempat umum, aku jadi sangat berterima kasih kepada SMM. Salah satu hal yang paling membuatku takjub, saat ke kafe atau tempat makan lainnya, Nada bilang ke aku dan ayahnya, kalau di kafe itu harus duduk tenang dan makan dengan lahap, karena kalau berlari ke sana kemari, bisa berbahaya, bisa menabrak pelayan juga. Saat itu usianya masih tiga tahun dan karena metode penyampaian yang benar, Nada bisa mengerti bagaimana bersikap tanpa harus diancam atau dimarahi. Sampai sekarang, meski melihat anak-anak lain berlarian di kafe atau tempat umum lainnya, Nada tidak pernah tergoda untuk ikut-ikutan karena paham alasan dan bahayanya, bukan karena takut.
Selain kelas PAUD, Nada juga kami daftarkan kelas Living English, karena saat itu Nada sudah lancar berbicara dalam bahasa Indonesia. Kelas Living English di SMM menggunakan metode yang sama dengan kelas PAUD KB, mulai dari tema mengenal diri sendiri, hanya bedanya dalam kelas tersebut, guru hanya berbicara dalam bahasa Inggris. Tidak ada pengenalan grammar atau calistung dalam kelas Living English ini, anak-anak hanya bermain, bernyanyi, membuat prakarya, dan bercerita. Jika anak berbicara dalam bahasa Indonesia, gurunya akan mengulang dalam bahasa Inggris. Seperti sebuah keajaiban, tiba-tiba saja Nada sudah lancar berbicara dalam bahasa Inggris, bahkan mampu menerjemahkan saat ada orang lain yang tidak paham ucapannya. Kelas Living English ini jugalah yang membuat Nada semakin percaya diri, hingga punya hobi membacakan buku untuk teman-temannya di kelas.
Belakangan, kami lalu mengenal istilah pembelajaran kontekstual, artinya setiap materi yang diajarkan tidak sekadar teori-teori belaka. Jika kita membaca tentang perkembangan otak anak-anak, maka kita akan paham bahwa di masa emasnya, anak-anak bisa memahami banyak hal, justru dari benda dan pengalaman terdekatnya. Karenanya, teori-teori dalam sains akan terasa abstrak di mata mereka, sehingga pembelajaran kontekstual, di mana teori-teori tersebut dipelajari melalui projects. Bagi sebagian orang tua, projects di SMM mungkin hanyalah permainan biasa yang bisa mereka rancang sendiri, tapi bagi sebagian lain, termasuk kami, SMM sangatlah membantu. Permainan-permainan yang masuk ke dalam projects di SMM sudah tersusun dan dirancang oleh desainer kurikulum PAUD yang memang memiliki latar belakang akademik yang sesuai. Bahan-bahan yang dibutuhkan juga sudah ada di dalam playkit, jadi orang tua tidak perlu menghabiskan waktu untuk mencarinya, alias bisa langsung praktik.
Saat ini, Nada sudah naik ke kelas PAUD A, sehingga tema pembelajarannya sudah semakin luas. Hal lain yang kami sadari juga adalah tingkat kesadaran diri Nada yang sangat baik sejak bersekolah di SMM. Nada bisa memahami bahaya di lingkungan sekitar, salah satunya lewat pembelajaran mengenai konduktor dan isolator dengan media barang-barang yang ada di kehidupan sehari-hari. Nada juga sangat sadar akan penggunaan air, listrik, hingga kertas, bahkan sering protes kalau menemukan sampah berserak di jalan, karena ini pun dipelajari di sekolah. Pelajaran mengenai otoritas terhadap tubuhnya, juga sudah jadi materi di SMM. Ada banyak lagi hal-hal menakjubkan lain yang Nada capai selama bersekolah di SMM yang tidak akan muat diceritakan di postingan ini.
Sistem penilaian di SMM tidak menggunakan skor angka. Sebagai gantinya, tiap indikator pembelajaran diberikan keterangan tingkat kemahiran, lalu dilengkapi catatan guru mengenai apa yang telah berhasil anak-anak kembangkan selama belajar. Hal ini benar-benar membantu untuk memahami perkembangan anak tanpa membanding-bandingkannya karena indikator angka-angka semata.

Oh iya, mengenai semangat belajar, Nada juga mematahkan stereotip bahwa mengikutkan anak ke banyak kelas atau les adalah pemaksaan. Setiap hari justru Nada menanyakan kapan akan ada kelas lagi, apakah PRnya masih ada atau tidak, sampai akhirnya kami mendaftarkan Nada ke banyak kelas lain di luar sekolah seperti ballet dan musik. Setiap malam sebelum tidur, hobi Nada adalah mengerjakan PR, bahkan dia akan kecewa kalau aktivitas-aktivitasnya sudah habis dikerjakan, hahaha. Kami sampai harus menyediakan banyak buku aktivitas lain, karena dari sekolah hanya ada maksimal dua aktivitas mandiri setiap pekan. Menyekolahkan Nada di SMM membuat kami punya cara pandang baru, bahwa mengejar kemampuan akademik bukanlah hal yang buruk, hanya saja harus diperhatikan langkah-langkahnya sesuai usia. Untuk saat ini, di usia Nada, kelas-kelas yang diambilnya fokus ke mengenal diri dan membangun pusat perasaan yang mana akan jadi fondasi untuknya kelak ketika menghadapi berbagai tantangan dalam belajar.
Selain kelas regular, SMM juga menyediakan kelas agama dan PJOK, namun kekurangan dari kedua kelas ini adalah ukuran kelas yang terlalu besar, karena semua kelas bergabung di kelas yang sama. Menurutku, anak-anak kurang merasa terlibat di kedua kelas ini karena terlalu banyak siswa. Namun, aku mengatasinya dengan mendaftarkan Nada di sekolah Qur’an dan kelas ballet yang nanti akan kuceritakan di tulisan lain ya.
Begitulah sekelumit pengalamanku mengenai menyekolahkan anak di PAUD KB Sekolah Murid Merdeka, sekadar tambahan, biaya sekolah di SMM sangat terjangkau, kisaran dua ratus ribu rupiah perbulan, sudah lengkap dengan playkit yang dikirimkan ke alamat kita, tapi belum termasuk playkit add on yang harganya kisaran seratus ribu. Selanjutnya, aku akan mengulas berbagai les yang Nada ikuti berikut dengan biayanya, nantikan ya!
Leave a Reply