
Waktu itu hari Minggu, hanya ada saya sendiri di ruangan mushola wanita. Selepas dzuhur saya dengar suara wanita bercakap dengan jama’ah pria dalam bahasa Inggris dengan aksen berbeda, lalu tak lama langkahnya terdengar menaiki tangga, tak tak tak… hei ini bukan cerita horor! Haha. Wanita yang tadi, dengan kamera yang dikalungkan ke leher, tersenyum saat melihat saya.
“Hi!” Katanya sambil menebar pandangan ke sekeliling ruangan, ternyata dia adalah seorang ibu-ibu.
“Hello.” Balas saya sambil melipat mukenah.
“So, you pray here, every Sunday?” Wanita tadi, bertanya selepas melihat-lihat ruangan.
“No, not only in Sunday, we do this everyday, five times a day.” Jawab saya.
Ibu tadi kaget sampai menutup mulutnya dengan tangan.
“Wow, but why are you alone, I saw down there, they are a group of men.”
“For women, we can pray at home, but for men, that would be better if they pray together in this place, that is why only me here. I have an event today so that i have to pray here.”
Kami mengobrol, Ibu tadi sebenarnya berniat memotret orang yang sedang sholat, tapi berhubung saya sudah selesai, dia bertanya kapan lagi dia harus datang jika ingin mengambil foto. Saya pun menjelaskan beberapa waktu sholat yang biasanya ramai di mushola.
“Are you a journalist?” Saya tidak bisa menahan penasaran.
“No, i just do this as a hobby”
Kami pun berpisah, saya kembali berjalan menuju Oak Lawn, tempat kami WNI di Nedlands, Perth mengadakan perayaan kemerdekaan Indonesia. Tidak disangka, di jalan kembali, saya dan suami kembali bertemu Ibu tadi. Kami mengobrol, lalu menawarkan beliau untuk ikut dalam acara kami.
“You can take some photos and try our Indonesian food.”
“Really?” tanyanya bersemangat.
Si Ibu bercerita kalau dia punya dua orang anak, seorang anak perempuan dan laki-laki. Dia kembali terkejut mengetahui usia saya dan suami yang baru 25 tahun, katanya orang-orang di Australia dan Korea Selatan masih melajang di usia 30 tahun, termasuk kedua anaknya. Obrolan kami sampai pada sistem pendidikan, si Ibu bersyukur kedua anaknya tidak merasakan kerasnya pola pendidikan Korea Selatan. Ya, di Australia, pendidikan formal berjalan dengan gaya kasual dan tidak perlu bangun sepagi anak-anak di Korea Selatan (juga Indonesia, hihi). Kami mengobrol sambil menonton perlombaan 17 Agustus-an dan mencoba beberapa jenis makanan Indonesia. Dia sangat menyukai makanan-makanan tersebut, selain karena memang sedang lapar, ahahah, juga karena banyak sekali yang katanya mirip kuliner Korea Selatan, salah satunya bakso.
Belakangan, barulah kami bertukar nama dan nomor telepon. Akhirnya saya tahu kalau si Ibu nama keluarganya adalah Kim, begitu juga suaminya. Saya langsung menduga kalau kedatangannya ke Australia 30 tahun lalu adalah karena saat itu di Korea Selatan, pernikahan dengan nama keluarga yang sama dilarang oleh hukum (sok tahu niih). Yang membuat sedih, si Ibu bilang, bagus sekali kalau menikah di usia muda dan memiliki anak juga ketika muda, karena dia sendiri merasa terlalu lama menunda pernikahan dan akhirnya sekarang anaknya belum menikah dan belum punya cucu sementara dia semakin kehilangan memori (bagian ini saya tidak bertanya apakah kehilangan memori yang ibu tadi maksud karena penyakit tertentu). Bertemu Mrs. Kim, membuat saya jadi ingat orang tua sendiri dan nenek, pasti sepi ketika anak-anak sudah merantau, karena anak Mrs. Kim sendiri berada di Sydney. Mrs. Kim bilang, selama ini dia lebih banyak di rumah dan tidak pernah bekerja di Australia. Dia seperti menemukan keluarga saat ikut dalam acara kami, karena dia pun juga tidak pernah bergabung dengan komunitas orang-orang Korea Selatan di Perth.
Menjelang sore, Mrs. Kim berpamitan. Dia bilang, hubungi dia kalau saya mau jalan-jalan ke Korea Selatan (sebelumnya kami juga mengobrol soal drama dan running man, hehe teteup). Saya berharap bisa bertemu dengan Mrs. Kim lagi, juga dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia lainnya. Rasanya menyenangkan sekali ketika kita bisa memperkenalkan keramahan sebagai orang Indonesia, dan lebih utama lagi sebagai seorang Muslim. Benarlah sabda Rasulullah, senyum adalah sedekah yang paling mudah.
Leave a Reply